“ Tugas Etika dan Profesionalisme TSI”
Eka Fitri Rahayu (12110271)
Roro Rizky Ananda Febriani (16110243)
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu
Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pelanggaran Hak Cipta (Intellectual
Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali disahkan pada tahun 1981
oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Pembajakan
dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah daging di masyarakat
Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari, bahwa tindakan yang
mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, kegiatan
pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang boleh
melakukannya.
Mendarah
dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai
lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan
kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah
tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Hak Cipta
Definisi tentang hak cipta dapat ditemui
diberbagai literature, dan salah satunya dapat ditemukan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam
pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung
pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman
atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut
bersifat komersil.
Di
dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang
dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau
dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai
karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor
19 tentang Hak Cipta antara lain :
1. Buku, Program Komputer,
pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah,
pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis (alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks;
3. Drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
4. Seni rupa dalam segala
bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan;
5. Arsitektur;
6. Peta;
7. Seni batik;
8. Fotografi;
9. Sinematografi;
10. Terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam suatu karya cipta setidaknya melekat dua hak bagi pencipta atau
pengarang. Hak tersebut adalah hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah
yang dimiliki pencipta atau pengarang untuk menikmati keuntungan ekonomi yang
diperoleh dari setiap eksploitasi karya ciptaannya. Sedangkan hak moral
merupakan hak untuk menjaga integritas karya ciptaannya dari setiap intervensi
pihak lain yang dapat merusak kreativitas pencipta atau pengarang.
Dari
definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya
orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh
izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak
pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang
dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk
pelanggarah hak cipta.
2.2 Dasar Hukum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa Indonesia adalah
negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan
di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan
perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari
keanekaragaman tersebut.
b. bahwa Indonesia telah
menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak
kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan
pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di
bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga
memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait
dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada,
dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. bahwa berdasarkan
pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
Dengan Persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil
setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta
adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pem
bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu
Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah
penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang
sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar
dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun
tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer
adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak
yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan
bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya
siarannya.
10. Pelaku adalah aktor,
penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan,
mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan
suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara
adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung
jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman
dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran
adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang
melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan
atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah
Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat
Jenderal.
14. Lisensi adalah izin
yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak
Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan
Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri
yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal
adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah
departemen yang dipimpin oleh Menteri.
KETENTUAN PIDANA
Pasal
72
(1)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2)
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(3)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(4)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(5)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus
Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat
memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang
dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga
apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang
hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi
dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman
bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewa an buku semacam ini merupakan bentuk
pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh
subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat
dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk
disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan
contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh
masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan
adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek seperti ini diteruskan
maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis
karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara
moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain
yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat
memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar
kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah
dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai
lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan
kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah
tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh
konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran
hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi,
Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang
bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak
cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta
sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan
berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah,
ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi
perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka
perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana,
tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta
yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau
memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru
perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi
yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan
yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek
pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai
teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan
foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan
isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan
perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga
layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam
kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar
kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu
perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi
jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses
oleh pengguna perpustakaan.
Foto kopi di perpustakaan
Praktek Foto kopi dapat dikategorikan
sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi
berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima
keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan.
Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat
dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi
perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna
perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan
untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi
pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sering
dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan
foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan
oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana.
Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta.
Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada
alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi
oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya
sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu
eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi
pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka
apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan
untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan
tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan
segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan
berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan
hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku
menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak
terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta
menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari
oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai
bentuk penghormatan kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk
memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini
terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain.
Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki
strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap
tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses
ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang
tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan
bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain
eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang
memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan
memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.
Semua perpustakaan memiliki kebijakan
tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang
benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya
mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak
perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang
mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem
temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas
akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain
katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog
tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan
setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat.
Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat
mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan
suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua
kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut
dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu perpustakaan juga dapat
menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan
pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui bahwa
karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena tidak
mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya dengan
mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah
yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta
dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun
perpustakaan untuk sadar hak cipta.
REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://intankartikaningrum.blogspot.com/2012/04/materi-dan-studi-kasus-hak-cipta.html